gelembung

Sabtu, 09 Juni 2012

lp TB


1.  Pengertian TBC
Banyak pengertian TBC menurut para ahli antara lain sebagai berikut:
kesehatTBC adalah suatu infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan Mycobacterium tuberculosae (Herdin, 2005). TB Paru (tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung disebabkan oleh kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar kuman TBC ini menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya ( Depkes RI, 2006 ). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru, dapat juga ditularkan kebagian tubuh yang lainnya (Brunner, 2002).
          kesehatPenulis mengambil kesimpulan dari beberapa teori di atas bahwa TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri  Mycobacterium tuberculosae, yang menyerang bagian jaringan paru juga bisa menyerang bagian tubuh yang lain seperti tulang, kelenjar limfe, selaput otak, sendi, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan bagian tubuh lainnya akibat dari penyebaran  bakteri dari paru-paru ke organ lain.



2.      Etiologi TBC
kesehatMenurut Crofton (2002) adapun penyebab dari seseorang terkena TBC adalah sebagai berikut:
a.  Basil Tuberkel (Mycobacterium tuberculosis) merupakan penyebab utama TBC di  dunia termasuk di dunia.
b. Mycobacterium africanum adalah penyebab  TBC yang terdapat di afrika. Perbedaan penting satu-satunya adalah bahwa basil ini sering resisten terhadap tiasetazon, sehingga penderita yang menggunakan tiasetazon akan mengalami TBC yang susah untuk disembuhkan (Crofton, 2002).
c.  Mycobacterium Bovis pada suatu ketika menyebabkan infeksi yang luas pada ternak di Eropa dan Amerika. Infeksi sering kali ditularkan  oleh manusia lewat susu ternak yang mereka konsumsi, sehingga orang yang meminum susu dari ternak tersebut, maka akan berisiko tertular penyakit TBC.
d.  Mikobakteria non-tuberkulosis. Penyakit ini disebabkan oleh basil menjadi relatif lebih penting di Negara-negara maju, seperti di bagian Amerika Serikat dan Australia. Dimana tuberculosis sudah berkurang saat ini. Penyakit ini mungkin menyerang pada orang yang terinfeksi HIV karena lemahnya sistem imunitasnya. Sering resisten terhadap banyak obat-obatan sehingga susah disembuhkan.


3. Klasifikasi TB Paru
kesehatBerdasarkan hasil pemeriksaan dahak Depkes RI (2006) mengklasifikasikan TB Paru dalam berbagai kelompok  sebagai berikut:
a.    Tuberculosis pada BTA positif
tSekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu hasilnya BTA positif. Spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberculosis aktif
b.    Tuberculosis paru BTA negatif
kesehatPemeriksaan 3 spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis aktif. TBC paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu batuk berat dan ringan. Batuk berat bila gambaran foto rontgen dapat memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.
c.    Tuberculosis ekstra paru
kesehatTuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjuar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. TBC esktra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan.
d.   TBC ekstra paru ringan
kesehatPenyakit TBC yang menyerang di tempat selain paru yang berdampak ringan terhadap manusia, misalnya TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudative unilateral, tulang (kecuali tulang belakang) karena di dalam tulang belakang banyak terdapat serabut syaraf pusat yang mempengaruhi otak, sendi dan kelenjar adrenal.
e.    TBC esktra paru berat
kesehatPenyakit TBC yang menyerang bukan pada paru dan berdampak sangat membahayakan karena menyerang organ vital, misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peluritis eksudative duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.
4.  Patofisiologi TBC
kesehatIndividu yang rentan menghirup bakteri tuberkolusis dan menjadi terinfeksi.  Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan memlalui system limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks sereberi, dan daerah paru lainnya yaitu lobus atas (Brunner, 2002).
kesehatSistem imun tubuh berespon dengan mengeluarkan reaksi inflamasi. Pagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik-tuberkolusis menghancurkan basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, mengakibatkan brokopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi dari 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan (Brunner, 2002).
kesehatMasa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi mokrofag yang membentuk dinding protektif, granulomas diubah menjadi massa fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolgenosa. Bakteri menjadi dorman tanpa perkembangan penyakit aktif (Brunner, 2002).
kesehatSetelah pemajanan dan infeksi awal, individu akan mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktifitas bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bawah bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, menyebabkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk menjadi jaringan parut paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan tetrjadinya brokopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel, dan selanjutnya (Brunner, 2002).
kesehatApabila proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah  paru–paru dan meluas ke lobus sebelahnya. Proses mungkin berkepanjangan  dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktifitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10%
individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif  (Brunner, 2002).
5.    Manifestasi Klinis TB Paru
kesehatAdapun gejala-gejala yang dapat ditimbulkan pada orang yang terkena TB Paru menirut Crofton (2002) antara lain:
a.    Gejala pernafasan:
kesehatBatuk dan dahak, batuk berdarah, sakit dinding dada, nafas pendek, wheezing lokal, dan sering flu.
b.    Gejala Umum:
kkesehatBerat badan menurun, demam dan berkeringat, rasa lelah, hilang nafsu makan.
c.    Tanda-tanda fisik:
 kesehatKeadaan umum pasien TB Paru biasanya jelas kelihatan sakit, sangat kurus, pucat dan tampak kemerahan. Demam yaitu Suhu tinggi, mungkin tidak teratur. Nadi umumnya meningkat, jari-jari tabuh. Pada dada biasanya krepitasi halus dibagian atas pada satu atau kedua paru, terdengar saat pasien napas dalam. Perkusi pekak atau pernafasan bronchial pada bagian atas kedua paru. Kadang-kadang terdapat wheezing terlokalisir disebabkan oleh brokitis tuberculosis (Crofton, 2002).
kesehatTuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi berkembang ke arah pembentukan sputum ke arah mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberkolusis dapat memiliki manifestasi atifikal pada lansia, seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan berat badan. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman (Brunner, 2002).  


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Ø  Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:
  • Demam tidak terlalu tinggi yang  berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
  • Penurunan nafsu makan dan berat badan.
  • Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
  • Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Ø  Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:
  • Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
  • Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
  • Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
  • Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.


6.    Pemeriksaan Penunjang
kesehatBerikut ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menguji seseorang positif terkena TB Paru:
a.    Uji Serologi
kesehatMendiagnosis tuberkulosis yang berdasarkan pengenalan antibodi Ig G  serum terhadap antigen mikrobacterium tertentu dan menggunakan teknik  ELIZA (Enzim Linket Imunoserbent). Penerapan ini paling besar kemungkinan pada anak dan pasien tuberkulosis ekstra pulmunal yaitu pada kasus sputumnya tidak ada.
b.    Pemeriksaan Radiologi
kesehatSaat ini pemeriksaan radiologi merupakan cara praktis untuk menemukan lesi tuberkolusis. Luka lesi tuberkolusis biasanya di daerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.
kesehatAwal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia. Gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka banyangan akan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai uberkuloma. Pada kavitas bayangan berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis, lama-lama menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris. Pada klasifikasi bayangan tampak bercak-bercak padat  dengan densitas tinggi. Pada atelaksis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru (Zulkifli, 2007).
 7. Pemeriksaan Bakteriologi
1. Pemeriksaan Dahak
kesehatSpesimen dahak dikumpulkan/ditampung dalam pot dahak yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor, pot ini harus selalu tersedia di Unit pelayanan kesehatan. Diagnosa tubercolosis ditegakkan dengan pemeriksaan spesimen dahak sewaktu pagi sewaktu (SPS). Spesimen dahak sebaiknya dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang berurutan ( Depkes RI, 2002 ).
kesehatAdapun  waktu pelaksanaan pengumpulan dahak sebagai berikut:
Sewaktu yaitu Dahak dikumpulkan pada saat suspek TBC paru datang berkunjung pertama kali pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak hari kedua. Pagi yaitu dahak dikumpulkan di rumah pada hari kedua, segera setelah bangun tidur pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Unit pelayanan kesehatan. Sewaktu yaitu dahak dikumpulkan di Unit pelayanan kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi ( Depkes RI, 2002).
kesehatPemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA. Diagnosis tuberkolusis dapat ditegakkan. Kriteria BTA sputum positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA pada satu sedian dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum (Zulkifli, 2007).  
2.  Pemeriksaan Darah
kesehatPemeriksaaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkolusis mulai aktif, akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah perlahan turun sampai normal. Hasil pemeriksaan darah didapatkan, anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium dan darah menurun (Zulkifli, 2007).  
8.    Cara Penularan
kesehatSumber penularan adalah penderita TB Paru BTA Positif. Pada waktu batuk atau bersin, penerita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem sel-limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-bagian lainnya. Cara batuk memegang peranan penting. Kalau batuk ditahan, hanya akan dikeluarkan sedikit basil, apalagi kalau saat batuk penderita menutup mulut dengan kertas tissue (Halim, 2000).
kesehatFaktor lain ialah cahaya matahari dan ventilasi. Karena basil TB tidak tahan cahaya matahari, kemungkinan penularan di bawah terik matahari sangat kecil. Juga mudah dimengerti bahwa ventilasi yang baik, dengan adanya pertukaran udara dari dalam rumah dengan udara segar dari luar, akan dapat juga mengurangi bahaya penularan bagi penghuni-penghuni rumah (Halim, 2000).
9.    Komplikasi TB Paru
kesehatDaya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang keluar dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemerikasan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara
kesehatTuberkolusis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut, yang dinarasikan sebagai berikut:
a.    Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, Poncet’s   arthropathy.
b.    Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas yaitu Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkolusis (SOPT), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS) sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB (Zulkifli, 2002).
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
  • Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
  • Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
  • Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
  • Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
Penatalaksanaan
a.       Farmakologi
Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut:
  • Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan).
  • Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.
Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH
Adapun jenis  obat yang dipakai adalah sebagai berikut :
-  Obat Primer                                   -  Obat Sekunder
1.  Isoniazid (H)                               1.  Ekonamid
2.  Rifampisin (R)                             2.  Protionamid
3.  Pirazinamid (Z)                           3.  Sikloserin
4.  Streptomisin                                4.  Kanamisin
5.  Etambutol (E)                              5.  PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)
6.      Tiasetazon
7.      Viomisin
8.      Kapreomisin
Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :
Ø  Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahap  intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi  negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
Ø  Tahap  lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan obat kategori 1 :
Tahap
Lama
(H) / day
R day
Z day
F day
Jumlah Hari XMinum  Obat
Intensif
2 bulan
1
1
3
3
60
Lanjutan
4 bulan
2
1
-
-
54
Paduan Obat kategori 2 :
Tahap
Lama
(H)@300 

mg
R@450 

mg
Z@500 

mg
E@ 250 

Mg
E@500 

mg
Strep.Injeksi
JumlahHari X 

Minum Obat
Intensif
2 bulan1 bulan
11
11
33
33
0,5 %
6030
Lanjutan
5 bulan
2

1
3
2
-
66
Paduan Obat kategori 3 :
Tahap
Lama
H @ 300 mg
R@450mg
Hari X Minum Obat
Intensif
2 bulan
1
1
3
60
Lanjutan3 x week
4 bulan
2
1
1
54
OAT sisipan (HRZE)
Tahap
Lama
H@300mg
R@450mg
Z@500mg
E day@250mg
Minum obat  XHari
Intensif(dosis harian)
1 bulan
1
1
3
3
30
11. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien (  Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut:
a.       Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b.      Pola nutrisi
Sbjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c.       Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d.      Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e.       Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
f.       Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g.      Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
12.   Diagnosa Keperawatan
a.       Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
c.       Gangguan keseimbangan  nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
d.      Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e.       Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
g.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
h.      Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.
13. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Setelah diberikan tindakan keperawatan kebersihan jalan napas efektif, dengan criteria hasil: 

  • Mempertahankan jalan napas pasien.
  • Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
  • Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
  • Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
  • Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
a.    Kaji  ulang fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.b.   Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis. 

c.    Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
d.   Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
e.    Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
f.    Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Kolaborasi:

g.   Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
a. Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat. b. Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut .  

c. Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.
d. Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
e. Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan.
f. Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
Setelah diberikan tindakan keperawatan pertukaran gas efektif, dengan kriteria hasil: 

  • Melaporkan tidak terjadi dispnea.
  • Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
  • Bebas dari gejala distress pernapasan.
a.    Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.b.    Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku. 

c.    Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
d.   Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
e.    Monitor GDA.
f.     Kolaborasi: Berikan oksigen sesuai indikasi.
a. Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b. Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.  

c. Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan  kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil: 

  • Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
  • Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
a.    Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.b.    Kaji ulang  pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. 

c.    Monitor intake dan output secara periodik.
d.   Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
e.    Anjurkan bedrest.
f.     Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
g.    Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Kolaborasi:
h.    Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
i.      Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
a. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat b. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.  

c. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau terkontrol, dengan KH: 

  • Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol
  • Pasien tampak rileks
a.    Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.b.    Pantau TTV 

c.    Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi/latihan nafas
d.   Tawarkan pembersihan mulut dengan sering..
e.    Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batukikasi.
f.     Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
a. Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur.b. Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital telah terlihat. 

c. Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
d. Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
e. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
f. Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif, meningkatkan kenyamanan
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal dengan KH : 

  • Suhu tubuh 36°C-37°C
a.         Kaji suhu tubuh pasienb.         Beri kompres air hangat 

c.         Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
d.        Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
e.         Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
f.          Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
a. Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensib. Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.  

c. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
d. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
e. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
f. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan  kriteria hasil: 

  • Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
a.    Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat  laporan  dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan.b.    Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. 

c.    Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
d.   Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
e.    Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
a. Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan intervensi.b. Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat. 

c. Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
d. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.
e. Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan kriteria hasil: 

  • Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
  • Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
  • Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
  • Menerima perawatan kesehatan adekuat
a.    Kaji ulang  kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.b.    Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat. 

c.     Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
d.   Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
e.    Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
f.     Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
g.    Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
h.     Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
a. Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien. b. Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.  

c. Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
d. Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
e. Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
f. Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
g. Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
h. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.
Setelah diberikan tindakan keperawatan tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria hasil: 

  • Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
  • Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
-
a.    Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.b.    Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. 

c.    Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
d.   Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
e.    Monitor temperatur.
f.     Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
g.     Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Kolaborasi:
h.    Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
i.       Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
j.      Monitor sputum BTA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar