KATA PENGANTAR
Segala puji semoga tidak luluh
dan kering dari lidah seorang insan sebagai tanda syukur atas nikmat, hidayah
keislaman yang diberikan oleh sang khaliq yakni Allah SWT, sholawat serta salam
semoga tetap tecurah bagi sang reformis dunia dari zaman kegelapan menuju alam
yang terang benderang seperti sekarang ini yaitu Nabi Besar Muhammad SAW,
beserta keluarga beliau, sahabat dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga
hari akhir jaman.
Kesyukuran yang luar biasa
atas diberikannya kesempatan bagi penulis untuk dapat menyeleseikan makalah tentang
atresia ani ini, yang merupakan salah satu tugas dari “Nursing Simulation
Program (NSP)”.
Penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada dosen pembimbing NSP yang telah mendidik penulis sehingga
terselesaikannya makalah ini, serta teman-teman yang telah membantu dan memberi
semangat.
Pada makalah ini terdapat
pembahasan singkat tentang Atresia Ani dan asuhan keperawatan pada klien
yang menderita Atresia Ani.
Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa
SSG pada khususnya.
Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kiranya Alloh S.W.T berkenan
memberikan perlindungan dan bimbinganNya.
Yogyakarta, 10 Mei
2008
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Judul ............................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi ............................................................................................ iii
BAB I : LANDASAN TEORI
A. DEFINISI .................................................................... 4
B. ETIOLOGI .................................................................... 4
C. PATOFIOLOGI ........................................................ 5
D. TANDA DAN GEJALA ............................................ 6
E. DIAGNOSA ATRESIA ANI ............................................ 6
F. BAGAN TERJADINYA ATRESIA ANI .................... 8
G. PENATALAKSANAAN ............................................ 9
BAB II : ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN MASALAH ATRESIA ANI ................................ 16
BAB III : PENUTUP ................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 28
BAB I
LANDASAN TEORI
- DEFINISI
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a
artinya tidak ada, tresis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu
sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau
organ tubular secara kongenital disebut juga clausura.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di
tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal
ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses
penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran
tubuh, misalnya atresia ani. Jadi ATRESIA ANI adalah bentuk kelainan bawaan
dimana tidak adanya lubang dubur terutama pada bayi, rektum yang buntu terletak
di atas levator sling yang juga dikenal dengan istilah "AGNESIS
REKTUM".
Atresia ani memiliki nama lain
yaitu anus imperforate atau malformasi anorectal. Jika atresia ani terjadi maka
hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan
normalnya Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan,
yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih
rendah atau pada anus (Tipe pertama)
2. Membran anus yang menetap (Tipe Kedua)
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu
terletak pada bermacam- macam jarak
dari peritoneum (Tipe Ketiga)
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum
(Tipe Keempat)
- ETIOLOGI
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan
dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat
bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau
berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4. Insiden
+ 1 : 4000 – 5000
5. Secara tertutup diasosiakan dengan
devidasi kongenital lainnya seperti : penyakit jantung, atresia esofagus,
spinal malformasi, hidronefrosis, BBLR.
- PATOFISIOLOGI
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum.
Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka
yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan
kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi
karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada proses
obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan usus
besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi
dan adanya 'fistula. Obstuksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel
menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan
infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ
sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke
vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya
letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika)
pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis).
- TANDA DAN GEJALA
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau anus
imperforata terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:
1. Perut kembung dan membuncit
2. Muntah
3. Tidak ada anus yang terbuka
4. Tidak bisa buang air besar
5. Tidak ada mekonium
6. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi
tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan
7. Termometer oleh jari kecil tidak dapat masuk
ke dalam rectum
8. Pada bayi perempuan biasanya disertai vistula recta vagina, jarang disertai
vistula recta ana
9. Pada bayi laki laki sering disertai vistula
recta urinari; dalam urin ada meconium
- DIAGNOSA
Anamnesis
perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis perut membuncit seluruhnya
merupakan kunci diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan
diagnosis ialah pemeriksaan radiologik dengan enema barium. Disini akan
terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit ke daerah
yang melebar. Pada foto 24 jam kemudian terlihat retensi barium dan gambaran
makrokolon pada hirschsprung segmen panjang.
Pemeriksaan biopsi
hisap rektum dapat digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas yaitu
tidak adanya sel ganglion parasimpatik dilapisan muskularis mukosa dan adanya
serabut syaraf yang menebal pada pemeriksaan histokimia, aktifitas kolinaterase
meningkat.
Atresia ani
biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah bayi
lahir dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah perineum.
Diagnosis kelainan anurektum tipe pertama dan keempat dapat terlewatkan sampai
diketahui bayi mengalami distensi perut dan tidak mengalami kesulitan
mengeluarkan mekonium.
Pada bayi dengan
kelainan tipe satu/kelainan letak rendah baik berupa stenosis atau anus ektopik
sering mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium. Pada stenosis yang ringan,
bayi sering tidak menunjukkan keluhan apapun selama beberapa bulan setelah
lahir. Megakolon sekunder dapat terbentuk akibat adanya obstruksi kronik
saluran cerna bagian bawah daerah stenosis yang sering bertambah berat akibat
mengerasnya tinja.
Bayi dengan
kelainan tipe kedua yang tidak disertai fistula/fistula terlalu kecil untuk
dilalui mekonium sering akan mengalami obstruksi usus dalam 48 jam setelah
lahir. Di daerah anus seharusnya terbentuk penonjolan membran tipis yang tampak
lebih gelap dari kulit disekitarnya, karena mekonium terletak dibalik membran tersebut.
Kelainan
letak tinggi atau agenesis rectum seharusnya terdapat suatu lekukan yang
berbatas tegas dan memiliki pigmen yang lebih banyak daripada kulit
disekitarnya sehingga pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan lubang fistulla
pada dinding posterior vagina/perinium, atau tanda-tanda adanya fistula
rektourinaria. Fistula rektourinaria biasanya ditandai oleh keluarnya mekonium
serta keluarnya udara dari uretra.
Diagnosis keempat dapat terlewatkan sampai beberapa hari karena
bayi tampak memiliki anus yang normal namun saluran anus pendek dan berakhir
buntu. Manifestasi obstruksi usus terjadi segera setelah bayi lahir karena bayi
tidak dapat mengeluarkan mekonium. Diagnosis
biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan colok dubur.
- BAGAN TERJADINYA ATRESIA ANI
|
- PENATALAKSANAAN
Penanganan secara preventif antara lain:
1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk
berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat
menyebabkan atresia ani.
2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya
terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal
ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak
paru-parunya.
3. Pengaturan diet yang baik dan
pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.
Rehabilitasi dan Pengobatan
Penatalaksanaan Atresia ani tergantung
klasifikasinya :
1. Melakukan pemeriksaan colok dubur
2. Melakukan pemeriksaan radiologik
pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rectum
yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi
terbalik selama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit ekstensi lalu
dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan
pada daerah lekukan anus.
3. Melakukan
tindakan kolostomi neonatus tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada
evakuasi mekonium.
4. Pada stenosis
yang berat perlu dilakukan dilatasi setIap hari dengan kateter uretra, dilatasi
hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat
melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yang dilakukan selama 6
bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan
normal.
5. Melakukan
operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus
yang baru pada kelainan tipe dua.
6. Pada kelainan
tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa
neonatus
7. Melakukan
pembedahan rekonstruktif antara lain: operasi abdominoperineum pada usia (1
tahun) operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan)
pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
8. Penanganan tipe
empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi
"abdominal pull-through" manfaat kolostomi adalah antara lain:
a. Mengatasi
obstruksi usus
b. Memungkinkan
pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih
c. Memberi
kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha
menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang
lain.
Fena dan Defries pada tahun 1982
memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorectoplasty,
yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani
untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan
fistel. Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik
serta antisipasi trauma psikis. Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur
dan konsistensinya baik. Untuk menanganinya secara tepat, harus
ditentukankan ketinggian akhiran rectum yang dapat ditentukan dengan berbagai
cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi
banyak disebabkan oleh kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi
yang tidak adekuat keterbatasan pengetahuan anatomi, ketrampilan operator yang
kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum dan
ada tidaknya fistula.
Teknik terbaru dari operasi
atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik
ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini
merupakan pengganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through
(APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding
perut, banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih
tinggi.
Teknik Operasi
Ø
Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi , dengan
posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan
Ø
Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi
anal dimple
Ø
Incisi bagian tengah sacrum kearah bawah melewati pusat spingter dan
berhenti 2 cm didepanya
Ø
Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber dan muscle complek.
Os Coxigeus dibelah sampai tampak muskulus levator , dan
muskulus levator dibelah tampak dinding belakang rectum
¨ Rectum dibebas dari jaringan
sekitarnya
¨ Rectum ditarik melewati
levator, muscle complek dan parasagital fiber
¨ Dilakukan anoplasti dan dijaga
jangan sampai tension.
Perawatan Pasca Operasi PSARP (Postero
Sagital Anorecto Plasti)
- Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama 8-10 hari.
- 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan ukuran sesuai dengan umurnya.
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk
UMUR UKURAN
1 - 4 Bulan # 12
4 - 12 bulan #13
8 - 12 bulan # 14
1-3 tahun # 15
3 - 12 tahun # 16
> 12 tahun # 17
FREKUENSI
DILATASI
Tiap
1hari
1x dalam 1 bulan
Tiap 3
hari
lx dalam 1 bulan
Tiap 1 minggu
2 x dalam 1 bulan
Tiap 1 minggu
1x dalam 1 bulan
Tiap 1 bulan
lx dalam 3 bulan
Kalibrasi anus tercapai dan
orang tua mengatakan mudah mengejan serta tidak ada rasa nyeri dilakukan 2x
selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi
diturunkan.
Skoring Klotz
VARIABEL KONDISI SKOR
Defekasi 1-2 kali sehari 1
2 hari sekali 1
3 – 5 kali sehari 2
3 hari sekali 2
> 4 hari sekali 3
Kembung Tidakpernah 1
Kadang-kadang 2
Terus menerus 3
Konsistensi Normal 1
Lembek 2
Encer 3
Perasaan ingin BAB Terasa 1
Tidak terasa 3
Tidak pernah 1
Terjadi bersama flatus 2
Terus menerus 3
Soiling Tidak Pernah 1
Terjadi bersama flatus 2
Terus menerus 3
Kemampuan menahan feses
yang akan keluar > 1 menit 1
< 1 menit 2
Tidak bisa menahan 3
Komplikasi Tidak ada 1
Komplikasi minor 2
Komplikasi mayor 3
Penilaian hasil skoring :
Nilai skoring 7 – 21 ---> 7 = Sangat baik
8 – 10 = Baik
11-13 = Cukup
>
14
= Kurang
BAB II
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA An. X
DENGAN
MASALAH ATRESIA ANI DI BANGSAL X
RUMAH
SAKIT X
A. PENGKAJIAN
Tanggal : ....................
Jam : ....................
Tempat : ....................
1. BIODATA
a. Identitas Klien
Nama :
Tempat,Tgl
Lahir :
Umur :
Jenis
Kelamin :
Alamat :
Agama :
Suku
Bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
No.
CM :
Tanggal
Masuk RS :
Diagnosa
Medis :
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Tempat,Tgl
Lahir :
Umur :
Jenis
kelamin :
Alamat :
Agama :
Suku
Bangsa :
Hubungan
Dgn Klien :
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama :
Distensi
abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Muntah,
perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat
dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu :
Klien
mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Merupakan
kelainan kongenital bukan kelainan/penyakit menurun sehingga belum tentu
dialami oleh angota keluarga yang lain
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan :
Kebersihan
lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani
f.
Genogram
Keterangan :
= Laki-laki meninggal = Perempuan
= Perempuan meninggal = Menikah
= Laki-laki =
Tinggal serumah
= Klien =
Anak
3. POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Pola persepsi terhadap
kesehatan
Klien
belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola aktifitas
kesehatan/latihan
Pasien
belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih bayi
AKTIFITAS
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
Mandi
|
|
|
|
|
ü
|
Berpakaian
|
|
|
|
|
ü
|
Eliminasi
|
|
|
|
|
ü
|
Mobilitas ditempat
tidur
|
|
|
|
|
ü
|
Pindah
|
|
|
|
|
ü
|
Ambulansi
|
|
|
|
|
ü
|
Makan
|
.
|
|
|
|
ü
|
Keterangan
:
0
: Mandiri
1
: Dengan menggunakan alat bantu
2
: Dengan menggunakan bantuan dari
orang lain
3
: Dengan bantuan orang lain dan alat
bantu
4
: Tergantung total, tidak
berpartisipasi dalam beraktifitas
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh
dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi metabolik
Klien
hanya minum ASI atau susu kaleng
e. Pola eliminasi
Klien
tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f.
Pola kognitif
perseptual
Klien
belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi dengan baik pada orang
lain
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri : belum bisa dikaji
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
h. Pola seksual Reproduksi
Klien
masih bayi dan belum menikah
i.
Pola nilai
dan kepercayaan
Belum
bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
j.
Pola peran hubungan
Belum
bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara
mandiri
k. Pola koping
Belum
bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon terhadap adanya
suatu masalah
4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Klien
lemah
b. Tanda-tanda vital
§
Nadi : 120 – 140
kali per menit
§
Tekanan darah : -
§
Suhu : 36,5ºC – 37,6ºC
§
Pernafasan : 30 – 40 kali
per menit
§
BB : > 2500
gram
§
TB : normal
c. Data sistematik
1) Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah normal
Denyut nadi normal
(120 – 140 kali per menit )
2) Sistem respirasi dan
pernafasan
Klien tidak mengalami
gangguan pernapasan
3) Sistem gastrointestinal
Klien mengalami muntah-muntah, perut kembung dan membuncit
4) Sistem musculosceletal
Klien
tidak mengalami gangguan sistem muskuloskeletal
5) Sistem integumen
Klien
tidak mengalami gangguan sistem integumen
6) Sistem perkemihan
Terdapat mekonium di
dalam urin
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Data Fokus
Data obyektif :
Pra pembedahan :
¨ Klien muntah-muntah
¨ Perut kembung
¨ Perut membuncit
¨ Tidak bisa BAB
¨ Tidak ada anus terbuka
¨ Terdapat mekonium dalam urin
¨ Mekonium keluar dari vagina
¨ Klien lemah
Post Pembedahan :
o Terpasang kolostomi
o Terpasang infus
o Luka jahitan post insisi
2. Analisa Data
No.
|
Symptom
|
Problem
|
Etiologi
|
1
|
DO :
-
Klien muntah-muntah
-
Perut kembung
-
Klien lemah
|
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
|
Pengurangan intake
|
2
|
DO :
-
Tidak ada anus terbuka
-
Klien tidak bisa BAB
|
Pola nafas tidak efektif
|
Distensi abdomen
|
3
|
DO :
-
Klien muntah-muntah
-
Klien lemah
|
Resiko kurang volume cairan
|
Intake tidak adekuat
|
4
|
DO :
-
Terpasang kolostomi
-
Terdapat luka jahitan post insisi
-
Terpasang infus
|
Resiko infeksi
|
Proses pembedahan
|
5
|
DO :
-
terpasang kolostomi
|
Kerusakan integritas kulit
|
Adanya kolostomi
|
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN
PRIORITAS MASALAH
1. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengurangan intake
2. Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan distensi abdomen
3. Resiko kurang volume cairan
berhubungan dengan intake tidak adekuat
4. Resiko infeksi berhubungan
dengan proses pembedahan
5. Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan adanya kolostomi
D. PERENCANAAN
Waktu
|
No. DX
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Tgl
|
Jam
|
||||
|
|
1
2
3
4
5
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama....x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
Nutritional status : food and fluid intake
-
100804 intake cairan
-
100805 intake nutrisi parenteral
Keterangan :
1 = tidak adekuat
2 = sedikit adekuat
3 = cukup adekuat
4 = adekuat
5 = sangat adekuat
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan pola nafas klien efektif dengan
kriteria hasil :
Respiratory status :
ventilation
-
040301 kecepatan respirasi dalam batas normal
-
040302 irama nafas dalam batas normal
-
040304 ekspansi dada simetris
-
040309 tidak menggunakan otot bantu pernapasan
-
040316 tidak menunjukkan nafas pendek
Keterangan :
1 = tidak pernah menunjukkan
2 = jarang menunjukkan
3 = kadang menunjukkan
4 = sering menunjukkan
5 = selalu menunjukkan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan klien terpenuhi
dengan kriteria hasil :
Fluid balanced :
-
060109 berat badan stabil
-
060113 mata tidak cekung
-
060115 tidak menunjukkan kehausan abnormal
-
060117 membran mukosa lembab
Keterangan :
1 = tidak pernah menunjukkan
2 = jarang menunjukkan
3 = kadang menunjukkan
4 = sering menunjukkan
5 = selalu menunjukkan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan klien bebas dari tanda-tanda
infeksi dengan kriteria hasil :
Risk detection :
-
190801 klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Keterangan :
1 = tidak pernah menunjukkan
2 = jarang menunjukkan
3 = kadang menunjukkan
4 = sering menunjukkan
5 = selalu menunjukkan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan integritas kulit dapat dikontrol
dengan kriteria hasil :
Tissue integrity :
-
110101 temperatur jaringan dalam batas normal
-
110102 sensasi dalam batas normal
-
110103 elastisitas dalam batas normal
-
110104 hidrasi dalam bats normal
-
110105 pigmentasi dalam batas normal
-
110111 perfusi jaringan baik
Keterangan :
1 = tidak pernah menunjukkan
2 = jarang menunjukkan
3 = kadang menunjukkan
4 = sering menunjukkan
5 = selalu menunjukkan
|
Management cairan :
§
Timbang
popok/pembalut jika diperlukan
§
Monitor vital sign
§
Monitor berat badan
sebelum dan setelah dialysis
§
Kolaborasikan
pemberian cairan IV
§
Monitor status
nutrisi
§
Berikan cairan IV pada suhu ruangan
Respiratory monitoring:
§
Monitor frekuensi, ritme, kedalaman pernapasan
§
Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan dan
retraksi otot intercostal
§
Monitor pernapasan hidung
§
Monitor pola napas : adanya takipnea
§
Palpasi ekspansi paru
Oxygen therapy :
§
Pertahankan jalan nafas yang paten
§
Atur peralatan oksigenasi
§
Monitor aliran oksigen
§
Pertahankan posisi klien
§
Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
Fluid management :
§
Timbang
popok/pembalut jika diperlukan
§
Monitor vital sign
§
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
§
Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, takanan
darah ortostatik) jika
§
Monitor status
nutrisi
§
Kolaborasikan pemberian cairan IV
Infection protection :
§
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
§
Batasi pengunjung
§
Pertahankan teknik cairan asepsis pada klien yang beresiko
§
Pertahankan teknik isolasi
§
Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
§
Ajarkan keluarga klien tentang tanda dan gejala infeksi
§
Laporkan kecurigaan infeksi
Pressure management :
§
Hindari kerutan pada tempat tidur
§
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
§
Monitor kulit akan adanya kemerahan
§
Oleskan lotion/baby oil pada daerah yang tertekan
§
Monitor status nutrisi klien
|
§
Untuk mengetahui banyaknya cairan yang keluar
§
Untuk mengetahui keadaan umum bayi
§
Untuk mengetahui keluarnya cairan setelah dialisis
§
Untuk memberikan asupan nutrisi pada bayi
§
Untuk mengetahui status nutrisi bayi
§
Untuk memberikan asupan nutrisi pada bayi
§
Untuk mengetahui pernapasan dalam rentang normal
§
Untuk mengetahui pengembangan paru dan tingkat kesulitan bernafas
§
Untuk mengetahui pola napas klien
§
Untuk mengetahui perkembangan pola napas klien
§
Untuk mengetahui kemampuan pengembangan paru-paru klien
§
Untuk mempertahankan pola nafas yang efektif
§
Untuk memberikan bantuan pernapasan
§
Untuk mengontrol kebutuhan oksigen klien
§
Untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas
§
Untuk mengetahui secara dini adanya hipoventilasi
§
Untuk mengetahui output
§
Untuk mengetahui keadaan umum klien
§
Untuk mengontrol status nutrisi klien
§
Untuk mengetahui tanda-tanda dehidrasi
§
Untuk mengetahui adanya kekurangan cairan
§
Untuk mencukupi intake klien
§
Untuk mengetahui tanda infeksi lebih dini
§
Untuk menghindari kontaminasi dari pengunjung
§
Untuk mencegah penyebab infeksi
§
Untuk mengetahui kebersihan luka dan tanda infeksi
§
Agar gejala infeksi dapat di deteksi lebih dini
§
Agar gejala infeksi dapat segera teratasi
§
Untuk mencegah perlukaan pada kulit
§
Untuk menjaga ketahanan kulit
§
Untuk mengetahui adanya tanda kerusakan jaringan kulit
§
Untuk menjaga kelembaban kulit
§
Untuk menjaga keadekuatan nutrisi guna penyembuhan luka
|
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
ATRESIA ANI adalah kelainan bawaan yang harus segera
ditangani dan sesungguhnya dapat dicegah oleh ibu hamil dan dapat diobati
dengan penanganan yang serius dan sesuai prosedur agar jumlah penderita dapat
ditekan yang kini telah mencapai 4000 kelahiran hidup yang sebagian besar bayi
dengan kelainan bentuk anurectum lahir dalam keadaan prematur.
Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering
dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir dengan melakukan inspeksi secara
tepat dan cermat pada daerah perineum.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan INFOMEDIKA JAKARTA
: Jakarta
-
Nelson,Waldo E. 2000. Ilmu
Kesehatan Anak. EGC: Jakarta
-
Sjamsuhidayat.R. 2003. ILMU BEDAH. EGC : Jakarta
-
Benson CD et al. Pediatric
Surgery, Vol.2. Chicago: Year Book Medical
Publishers, inc. 1962; 82156
-
Raffensperger;G. Swenson's
Peddiatric Surgery, 5th eds. Connecticut: Apple ton & Lange, 1992;
586623
-
Cook RCM. Anorectal
malformation: neonatal management In: Dudley H, Carter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar